my own business
Senin ini melelahkan. Tidak lembur tapi lelah. Badan gue masih lemah. Jerawat banyak itu salah satu pertanda bahwa badan gue sedang tidak dalam kondisi fit. Seharian gue mencoba mendesign teaser untuk kantor. Simple sih hanya mendesain kartu. Tapi isi kartu itu adalah teori - teori Maketing. Kalau tidak dibuat menarik akan snagat membosankan. Atau jatuhnya jadi seperti tampilan powerpoint.
Tapi di rumah pun gue tidak mencoba untuk meneruskan kerjaan tersebut. Entah kenapa belakangan ini diri gue enggak meneruskan kerjaan kantor di rumah. Seakan badan gue berkata, enough man, ini rumah, tempat gue beristirahat!"
Disela-sela istirahat gue, adalah sebuah percakapan dunia maya dengan seorang teman yang baru gue kenal yang juga merupakan koki. Berawal dari status Fb dia malam ini tentang browness buatan dia. PErcakapan mengalir di seputar kue. Pada posting gue sebelumnya gue jelaskan bagaimana gue dulu suka memasak dan bahkan memasarakan hasil masakan gue itu. Dan entah kenapa ketika gue hendak memejamkan mata beberapa menit yang lalu terlintas di pikiran gue untuk membuat usaha sendiri di bidang makanan. Memiliki usaha sendiri terlintas berkali-kali di pikiran gue. Memiliki usaha sendiri adalah target gue di usia 40 nanti.
Dan sebagaimana passion yang selama ini gue anggap adalah passion gue, yaitu design, gue berencana akan membuka graphic house sendiri. Tapi kemudian tiba-tiba gue merasa memiliki usaha dibidang makanan, khususnya cake dan cookies jauh lebih mudah terlaksana bagi gue daripada menjalankan usaha graphic house. MUngkin pengalaman gue berusaha kue kering tidak lama. Hanya sebatas saat lebaran saja dna itu pun dalam lingkup keluarga.Tapi gue begitu memahami proses pembuatan kue, jauh sebelum itu, perencanaan membeli bahan. Memilih jenis kue apa yang enak tapi sekaligus tidak pasaran. Gue menentukan semuanya dan menyerahkan kepada masyarakat apa yang hendak mereka beli.
Lain halnya dengan graphic house. Bukannya bisnis ini tidak menjanjikan, tapi gue sadar design di Indonesia kurang dihargai. Persaingan harga sangat ketat. Kalau tidak dapat klient besar makan gue akan selalu makan hati. Harga design yang kecil dan pertentangan batin dengan kemauan klient yang sering kali jauh dari estetika.
Di bisnis kue ini nantinya gue akan mencari sendiri jati diri dari masakan gue lalu gue akan mendesain sendiri packaging dan elemen promosi lainnya sesuai dengan tema masakan gue. Bahkan mendesain toko gue sendiri dengan nilai estetika yang tinggi. Memang bukan hal yang utama. Rasa tetap yang utama, tapi tetap dari rasa pun gue bisa mencari jati diri gue. Menawarkannya ke masyarakat. MEmang bukan hal yang mudah tapi setidaknya batin gue terpuaskan di sana.
This is my ego speaking :)
Tapi di rumah pun gue tidak mencoba untuk meneruskan kerjaan tersebut. Entah kenapa belakangan ini diri gue enggak meneruskan kerjaan kantor di rumah. Seakan badan gue berkata, enough man, ini rumah, tempat gue beristirahat!"
Disela-sela istirahat gue, adalah sebuah percakapan dunia maya dengan seorang teman yang baru gue kenal yang juga merupakan koki. Berawal dari status Fb dia malam ini tentang browness buatan dia. PErcakapan mengalir di seputar kue. Pada posting gue sebelumnya gue jelaskan bagaimana gue dulu suka memasak dan bahkan memasarakan hasil masakan gue itu. Dan entah kenapa ketika gue hendak memejamkan mata beberapa menit yang lalu terlintas di pikiran gue untuk membuat usaha sendiri di bidang makanan. Memiliki usaha sendiri terlintas berkali-kali di pikiran gue. Memiliki usaha sendiri adalah target gue di usia 40 nanti.
Dan sebagaimana passion yang selama ini gue anggap adalah passion gue, yaitu design, gue berencana akan membuka graphic house sendiri. Tapi kemudian tiba-tiba gue merasa memiliki usaha dibidang makanan, khususnya cake dan cookies jauh lebih mudah terlaksana bagi gue daripada menjalankan usaha graphic house. MUngkin pengalaman gue berusaha kue kering tidak lama. Hanya sebatas saat lebaran saja dna itu pun dalam lingkup keluarga.Tapi gue begitu memahami proses pembuatan kue, jauh sebelum itu, perencanaan membeli bahan. Memilih jenis kue apa yang enak tapi sekaligus tidak pasaran. Gue menentukan semuanya dan menyerahkan kepada masyarakat apa yang hendak mereka beli.
Lain halnya dengan graphic house. Bukannya bisnis ini tidak menjanjikan, tapi gue sadar design di Indonesia kurang dihargai. Persaingan harga sangat ketat. Kalau tidak dapat klient besar makan gue akan selalu makan hati. Harga design yang kecil dan pertentangan batin dengan kemauan klient yang sering kali jauh dari estetika.
Di bisnis kue ini nantinya gue akan mencari sendiri jati diri dari masakan gue lalu gue akan mendesain sendiri packaging dan elemen promosi lainnya sesuai dengan tema masakan gue. Bahkan mendesain toko gue sendiri dengan nilai estetika yang tinggi. Memang bukan hal yang utama. Rasa tetap yang utama, tapi tetap dari rasa pun gue bisa mencari jati diri gue. Menawarkannya ke masyarakat. MEmang bukan hal yang mudah tapi setidaknya batin gue terpuaskan di sana.
This is my ego speaking :)
Comments