Pasar Mayestik
Beberapa waktu yang lalu, saat bulan puasa tepatnya. Gue berkesempatan mengunjungi kembali Pasar Mayestik. Pasar yang terletak di jalan Kyai Madja, Kebayoran Baru, Jakarta. Saat itu gue membantu nyokap gue membeli kekurangan bahan untuk membuat baju pesananan saudara.
Panas dan macet, itulah yang gue temui di pasar itu. Mobil-mobil seperti parkir di tengah jalan yang melingkari pasar itu. Dulu hal itu juga sering terjadi apalagi menjelang Lebaran.
Tapi kali ini ditambah dengan beberapa sepeda motor yang semakin membuat gue sulit berjalan. Suasana semakin semrawut. Ada 1 bangunan tidak permanen di taman belakang pasar. Ternyata bangunan itu menjadi tempat sementara para pedagang yang menghuni gedung utama pasar. Gedung utama itu akan dibongkar dan dibangun kembali.
Di saat gue sibuk keluar masuk toko kain yang semakin menjamur, ingatan gue kembali ke beberapa waktu yang lalu. Saat gue masih kecil. Saat gue sering menemani nyokap ke pasar ini. Di bangunan utama itu banyak pedagang menjajakan aneka dagangan. Mulai dari peralatan memasak, aneka bumbu masak yang sudah digiling halus, buah-buahan, kue-kue. Ada juga lantai yang khusus berisi tukang jahit, tukang obras, penjual kancing, benang dan pernak pernik pakaian lainnya. Lantai khusus itu termasuk yang sering gue kunjungi.
Satu lagi lantai yang tidak bisa dilupakan. Tempat penjual daging dan ikan. Aneka daging segar digantung beserta anggota tubung lainnya seperti kaki sapi. Dan ikan - ikan segar juga tertata rapi. Beragam bentuk ikan, mulai dari ikan mas, kembung, pari dan ikan lainnya yang gue tidak tahu namanya. Belum lagi aneka hewan air seperti kepiting, cumi-cumi, udang, loabster, kerang, tripang. Semua ada, semua segar. Bahkan ada yang masih hidup.
Keluar dari gedung utama, ada banyak toko-toko kain yang berdiri pesat. Tapi sebelum toko-toko kain itu hadir, ada beberapa toko yang entah sejak kapan berdiri. Toko Esa Genang dan Esa Mokan. Itu adalah sebuah mini department store. Seperti Matahari, toko itu menjual aneka pakaian dan perlengkapan lainnya. Baju lebara, sepatu dan tas sekolah gue sering dibeli di situ. Saat gue sekolah di SD. Kalau tidak salah ada 3 toko dibawah naungan Esa Genang itu. Salah satunya supermarket. Sampai sekarang toko itu masih berdiri. Masih ada yang membeli di situ rupanya. Ini aneh menurut gue. Harga daging, ikan dan aneka bahan makanan lainnya di pasar Mayestik tergolong mahal. Bisa dipastikan pembelinya adalah golongan B-A. Dan sepertinya mereka tidak membelikan baju untuk anak mereka di Esa Genang. Gue tidak tahu darimana asal kata Esa Genang tersebut, tapi yang gue ingat di buku kumpulan lagu-lagu daerah yang pernah gue miliki saat SD, ada 1 lagu berjudul Esa Genang. Kalau tidak salah ingat lagu itu dari propinsi di Sulawesi.
Hei, jangan lupakan gedung bioskopnya ya. Mayestik Theater. Gedung bioskop 1 tingkat di bawah 21. Ada 4 theater. Menayangkan film hollywood dan Indonesia. Untuk film hollywood biasanya mereka meyangkan film 3 sampai 4 bulan setelah film itu tayang di bioskop 21. Bahkan bisa lebih. Sementara untuk film Indonesia mereka menayangkannya 1 minggu setelah film itu beredar di 21. Gue sering ke sana hanya untuk melihat poster-poster film di sana. Dulu, bioskop memampang poster film yang juga memuat potongan adegan film. Sejak krisis mulai melanda bangsa ini di tahun 1998, bioskop itu tutup. Sayang sekali.
Satu bahan sudah ketemu, yang lain tidak. Katanya termasuk bahan langka. Sudah tidak diproduksi lagi. Ke kasir untuk membayar.
Penjaga Toko: "Bapak dari Malaysia?"
Gue: hah?
Panas dan macet, itulah yang gue temui di pasar itu. Mobil-mobil seperti parkir di tengah jalan yang melingkari pasar itu. Dulu hal itu juga sering terjadi apalagi menjelang Lebaran.
Tapi kali ini ditambah dengan beberapa sepeda motor yang semakin membuat gue sulit berjalan. Suasana semakin semrawut. Ada 1 bangunan tidak permanen di taman belakang pasar. Ternyata bangunan itu menjadi tempat sementara para pedagang yang menghuni gedung utama pasar. Gedung utama itu akan dibongkar dan dibangun kembali.
Di saat gue sibuk keluar masuk toko kain yang semakin menjamur, ingatan gue kembali ke beberapa waktu yang lalu. Saat gue masih kecil. Saat gue sering menemani nyokap ke pasar ini. Di bangunan utama itu banyak pedagang menjajakan aneka dagangan. Mulai dari peralatan memasak, aneka bumbu masak yang sudah digiling halus, buah-buahan, kue-kue. Ada juga lantai yang khusus berisi tukang jahit, tukang obras, penjual kancing, benang dan pernak pernik pakaian lainnya. Lantai khusus itu termasuk yang sering gue kunjungi.
Satu lagi lantai yang tidak bisa dilupakan. Tempat penjual daging dan ikan. Aneka daging segar digantung beserta anggota tubung lainnya seperti kaki sapi. Dan ikan - ikan segar juga tertata rapi. Beragam bentuk ikan, mulai dari ikan mas, kembung, pari dan ikan lainnya yang gue tidak tahu namanya. Belum lagi aneka hewan air seperti kepiting, cumi-cumi, udang, loabster, kerang, tripang. Semua ada, semua segar. Bahkan ada yang masih hidup.
Keluar dari gedung utama, ada banyak toko-toko kain yang berdiri pesat. Tapi sebelum toko-toko kain itu hadir, ada beberapa toko yang entah sejak kapan berdiri. Toko Esa Genang dan Esa Mokan. Itu adalah sebuah mini department store. Seperti Matahari, toko itu menjual aneka pakaian dan perlengkapan lainnya. Baju lebara, sepatu dan tas sekolah gue sering dibeli di situ. Saat gue sekolah di SD. Kalau tidak salah ada 3 toko dibawah naungan Esa Genang itu. Salah satunya supermarket. Sampai sekarang toko itu masih berdiri. Masih ada yang membeli di situ rupanya. Ini aneh menurut gue. Harga daging, ikan dan aneka bahan makanan lainnya di pasar Mayestik tergolong mahal. Bisa dipastikan pembelinya adalah golongan B-A. Dan sepertinya mereka tidak membelikan baju untuk anak mereka di Esa Genang. Gue tidak tahu darimana asal kata Esa Genang tersebut, tapi yang gue ingat di buku kumpulan lagu-lagu daerah yang pernah gue miliki saat SD, ada 1 lagu berjudul Esa Genang. Kalau tidak salah ingat lagu itu dari propinsi di Sulawesi.
Hei, jangan lupakan gedung bioskopnya ya. Mayestik Theater. Gedung bioskop 1 tingkat di bawah 21. Ada 4 theater. Menayangkan film hollywood dan Indonesia. Untuk film hollywood biasanya mereka meyangkan film 3 sampai 4 bulan setelah film itu tayang di bioskop 21. Bahkan bisa lebih. Sementara untuk film Indonesia mereka menayangkannya 1 minggu setelah film itu beredar di 21. Gue sering ke sana hanya untuk melihat poster-poster film di sana. Dulu, bioskop memampang poster film yang juga memuat potongan adegan film. Sejak krisis mulai melanda bangsa ini di tahun 1998, bioskop itu tutup. Sayang sekali.
Satu bahan sudah ketemu, yang lain tidak. Katanya termasuk bahan langka. Sudah tidak diproduksi lagi. Ke kasir untuk membayar.
Penjaga Toko: "Bapak dari Malaysia?"
Gue: hah?
Comments