Saturday at Kota Tua

Setelah berpenat-penat selama 2 minggu dengan tanpa weekend akhirnya gue bisa menikmati hidup. Hari Jumat (14/10) gue cuti. Gue dan beberapa teman kantor yang juga merasakan penat 2 minggu memutuskan untuk nonton. Pilihan film jatuh ke film The Hangover part 2. Setelah menonton kita ngobrol-ngobrol curhat di seputar event yang dijalani. Hingga seorang teman mencetuskan ide agar kita hangout di tempat selain mall. Maka tercetuskan ide untuk berkunjung ke kota tua. Maka pergilah kita ke kota ta di sabtu yang cerah.

Perjalanan kita tempuh dengan busway. Yang baru gue tahu adalah sesampainya di stasiun Kota, kita harus memasuki ruang bawah tanah untuk menuju seberang jalan. Dan ruang bawah tanah itu melingkar ke bawah dengan kolam bundar sebagai pusatnya. Bangunan itu sepertinya sudah tua, jadi bukan bangunan baru. Tapi sangat indah. Sayang kolamnya kering.

Dari seberang jalan itu kita hanya perlu berjalan kaki sekitar 100 m menuju kota tua. Tepat di tikungan, gerbang kota tua yang terbuat dari besi yang meliuk-liuk seperti tanaman menjalar menyambut kita. Ramai sekali di sana. Banyak anak sekolah yang hadir. Rupanya mereka bagian dari study tour di sekolah masing-masing.

Karena sudah siang, tujuan utama adalah makan. Ada sih niat mau makan di Cafe Batavia. Tapi katanya mahal dan saat itu masih tutup pula. Jadinya kita makan di makanan kaki lima di bawah tenda terpal seadanya. Hoek, rasanya gak enak. Bahkan nasi goreng gue berasa basi. Mau memesan makanan yang lain jadi malas. Akhirnya kita mulai tour.

Museum pertama adalah museum wayang. Dengan membayar tiket Rp.2000,- kita sudah bisa masuk. Koleksi wayang di sini tergolong lengkap. Bahkan mereka memiliki jenis wayang dari beberapa negara. Hanya saja ruang di museum ini begitu pengap. Wayang dipajang seadanya di dalam box kayu bertutup kaca. Auditorium tidak dibuka. 

Museum kedua adalah museum Fatahilah. Bangunan museum ini besar, megah. Dan kita pun cukup membayar Rp2.000,- untuk masuk. Bangunan museum ini dahulunya adalah Balai Kota pada masa penjajahan Belanda dulu yang dibangun pada tahun 1707-1710. KArena fungsinya sebagai Balai Kota, bangunan ini luas. Memiliki 2 sayap. Halaman depan yang luas. Taman belakang yang juga luas dan bahkan penjara bawah tanah. Koleksi yang dipajang adalah koleksi benda-benda yang berhubungan dengan sejarah Batavia tempo dulu. Oiya, di sini juga dipajang patung dewa Hermes yang dulu letaknya di atas jembatan Harmoni. Tapi sayang sekali, barang-barang yang dipajang tidak di dalam posisi yang benar-benar dijaga. Pengunjung bisa memegang sebagian besar dari barang-barang itu. Untuk mencegah pengunjung duduk - duduk di kursi antik tersebut hanya dibentangkan benang nylon secara serabutan seperti jaring laba-laba. Bahkan kucing pun bisa masuk dan pipis di situ.

Museum terakhir yang kita masuki adalah museum Bank Indonesia. Tidak seperti 2 museum sebelumnya, kita tidak dipungut bayaran sedikitpun. Hanya saja sebelum masuk kita diharuskan menitipkan tas ke petugas penitipan barang. Dan berbeda dengan 2 museum sebelumnya, museum ini sangat nyaman. Ruangan berpendingin yang cukup. Ketika memasukinya kita akan terpukau dengan penampilan barang-barang di situ. Semuanya dipamerkan dengan seni yang bagus. Demikian juga dengan informasi yang ditampilkan, tidak hanya dengan tulisan tapi juga dengan audio. Museum ini berisikan sejarah perbankan dari jaman menjajahan Belanda hingga saat krisi moneter 1998 lalu. Koleksi yang ditampilkan juga lengkap. Ada 1 ruang berisikan kolesi mata uang dari berbagai masa di Indonesia. Mulai dari mata uang kerajaan - kerajaan di Indonesia hingga koleksi mata uang di seluruh dunia. Semua dipajang dalam kotak acrylic yang bagus dan aman dari pengrusakan.

Gue jadi bertanya-tanya, dikemanakan uang Rp2.000,- yang dipungut 2 museum tadi? Untuk merawat museum? koq hasilnya tidak nampak. Atau semata untuk menggaji pengurus museum? Dari mana dana untuk membuat dan merawat Museum Bank Indonesia? Apakah dari Bank Indonesia sendiri?  Kalau memang iya, mungkin perlu diadakan kerjasama dengan pihak lain untuk mendanai museum tersebut.


Kota tua itu memiliki bangunan-bangunan yang indah. Sayangnya tidak terawat dengan baik. Dan pemanfaatannya sembarangan. PEdagang kaki lima berjejer menutup beberapa bangunan yang tidak terpakai. Beberapa orang dengan seenaknaya memasang tarif untuk berfoto di sebuah bangunan. Bahkan ada sebuah motor besar yang dipajang di depan sebagai salah satu objek foto. Apresiasi pemerintahan di Jakarta terhadap kekunoan sangatlah minim. Sungguh memprihatinkan.

Comments

Popular Posts