Break awal tahun (Unexpected)

Kembali ke kantor setelah break yang mengejutkan. Diawali Senin minggu lalu, gue merasa gak enak badan di pagi hari. Tapi masih bisa berangkat ke kantor dengan ojek. Ternyata setelah makan siang gue merasa meriang. Semakin sore semakin parah. Panas, meriang, demam, ngilu-ngilu. Akhinrya gue minta dipanggilkan tukang pijet. Sakit sekali rasanya saat dipijet itu. Kata tukang pijetnya gue kena angin duduk. Makanya dia tidak mau mengerok badan gue karena bisa berakibat fatal. Begitu mitosnya. Tapi badan gue tidak langsung sembuh. Meski gue bisa tidur tapi gue masih merasa meriang. Akhirnya gue diantar pulang dengan mobil. Selasanya hampir 24 jam gue tidak makan. Yang gue makan hanya 5 potong kecil kolak pisang. Sisanya minum. Rabu pagi gue baru merasa agak sehat. Sudah mulai banyak makan. 

Bokap gue sudah mengeluh sakit sejak beberap minggu lalu. Sejak cuaca menjadi hujan terus. Dia mengeluh sesak napas dan tenggorokan sakit. Susah menelan berakibat dia tidak mau makan. Badannya lemas sekali. Akhirnya hari Kamis diputuskan membawa dia ke rumah sakit Suyoto di dekat rumah. Sampai di UGD di x ray dan diinfus. Nampaks ekali paru-paru dia berantakan. Satu sisi mengecil dan bergeser ke paru-paru satunya. Serta banyak flek. Gue gak tau apa istilah singkatnya. Kata dokter UGD gejala TBC. 

Akhirnya bokap diopname. Gue yang menunggui sementara nyokap pulang dan kembali mengunjungi pagi hari hingga sore. Gue 24 jam di rumah sakit. Gue memang berencana ambil cuti kerjaan bulan ini karena gue merasa libur akhir tahun gue belum sepenuhnya gue terima. Tapi yah gak dengan menjaga orang sakit juga. Entahlah. Gue kadang merasa kesal, marah sekaligus kasihan. Kesal dan marah karena bokap masih saja merokok. Tidak ada niatan baiknya untuk berhenti padahal fisiknya sudah lemah. Sudah begitu tidak ada semangat untuk survive di usia tua. Dia seperti: ok, gue sudah tua sudah lemah, tidak bisa apa-apa. Tapi tidur sendiri di kamar takut karena seperti di dalam kubur. Takut mati.

Gue dan bokap tidaklah dekat. Banyak hal-hal di masa lalu yang bikin gue kesal. Banyak opini kita yang bertentangan. Tapi begitu melihat lemahnya dia saat di rumah sakit dan sakit ketergantungannya dengan gue. Saat dia pipis maupun menyuapi dia makan. Gue jadi kasihan. Mungkin antara marah dan kasihan 50/50. 

Banyak saudara yang menjenguk. Saudara dari pihak bokap juga banyak datang. Dari sekian banyak mereka tetap lho menanyakana kapan gue menikah. Dengans egala alasan semakin tuanya orang tua gue. Hei, kalau gue sudah menikah dan punya keluarga dana anak (kecil), apa iya gue bisa menjaga dia di rumah sakit 247? Kenapa menikah menjadi semacam obsesi mereka? Tambah kesal. 

Setelah bertabung-tabung cairan infus dan berbotol - botol antibiotik, termasuk yang gue cari sendiri hingga ke Fatmawati karena di RS tidak ada stocknya, akhinrya hari selasa bokap sudah boleh pulang. Dengan biaya yang bikin gue stres. Dengan uang bantuan dari saudara-saudara serta gue meminjam juga dari kantor. Selasa depan bokap harus control balik ke dokternya. 

I miss my life. Mungkin ini tegoran setelah sekian lama gue nampak mengacuhkan orang tua gue khususnya bokap. Its all about me, me, me. Well, again terbukti gue tidak seegois itu kan. I Do care tapi gue bingung mau bagaimana lagi dengan segala keterbatasan ini. 

Comments

Popular Posts