Sebungkus nasi uduk

Nasi uduk baru saja habis gue santap. Temen sebelah mengaduk es teh dengan segenap jiwa. Kata lainnya emosi. Dan kita berdua hanya bisa tertawa. Yah, emosi. Sekali lagi emosi gue memuncak kemarin. MAsih berbekas sampai sekarang. Apalagi kalau bukan masalah kerjaan. Ada yang merasa sudah memberi brief cukup lama tapi lupa bahwa setelah brief itu ada beberapa brief lainnya menyelak yang urgent harus dikerjakan. Timeline. Selalu itu yang merek gembar gemborkan. Timeline mereka. Dan gue punya timeline sendiri. Timeline gue berhubungan dengan otak gue. Bagaimana gue mengatur otak gue dalam mecari ide. Cara berpikir mencari ide untuk artwork 2D dengan construction itu berbeda. Saat engerjakan sebuah design di komputer pun otak gue menyempatkan diri memikirkan other design. Yang gue pikirkan itu belum gue tuangkan ke dalam sebuah file new document di ilustrator maupun corel, pun belum gue brief ke subordinat gue. Dan timeline gue selalu bentrok dengan timeline lainnya yang lebih berkuasa. Bukan timeline Yang Maha Esa. Bentrok dengan jadwal meeting yang panjang, jadwal brainstorm maupun jadwal survey. 

Jam 8 sudah makan nasi uduk di kantor itu hanya ada 1 sebabnya. Gue menginap. Gak mampu bayar taxi untuk pulang meski jam 12 malam kerjaan gue sudah selesai. Belum gajaian. Jumat lalu diumumkan mulai bulan ini gaji akan dibayarkan per tanggal 5. Mendadak lagi. Sebuah kebijakan yang tidak popular di tengah krisi kepercayaan ini. Di tengah krisi keuangan yang sekali lagi gue alami. 

Nasi uduk itu berisi telor bulet balado, tempe orek, bihun dan 1 potong tempe goreng. Jauh dari lumayan untuk mengawali hari ini dengan 3 tarikan napas panjang. 

FAAKK. Gue lupa fotoin nasi uduk gue :(

Comments

Popular Posts